Taubat Nasuha PortalEkonomi

Nusantaramengaji. com – Taubat nasuha adalah kembalinya seseorang dari perilaku dosa ke perilaku yang baik yang diperintahkan Allah. Taubat nasuha adalah taubat yang betul-betul dilakukan dengan serius atas dosa-dosa besar yang pernah dilakukan di masa lalu. Pelaku taubat nasuha betul-betul menyesali dosa yang telah dilakukannya, tidak lagi ada keinginan untuk mengulangi apalagi berbuat lagi, serta menggantinya dengan amal perbuatan yang baik dalma bentuk ibadah kepada Allah dan amal kebaikan kepada sesama manusia.

Dosa ada dua macam: dosa pada Allah saja dan dosa kepada manusia (haqqul adami). Cara tobat karena dosa pada Allah cukup meminta ampun kepada Allah sedang menyangkut kesalahan pada sesama manusia harus meminta maaf langsung kepada orang yang bersangkutan di samping kepada Allah. Seorang muslim wajib bertaubat nasuha atas dosa yang dilakukannya.

Wajibnya taubat nasuha difirmankan Allah dalam beberapa ayatnya berikut ini;

– QS Al-Maidah : 39

فمن تاب من بعد ظلمه وأصلح فإن الله يتوب عليه , إن الله غفور رحيم

Artinya: Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS At-Tahrim :8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai

QS Al-Baqarah 2:222

إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ التَّوّٰبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Hadits diriwayatkan oleh Jamaah (sekelompok perawi hadits):

كلُّ بَني آدمَ خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوَّابون

Artinya: Setiap anak Adam (cenderung) berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang bertaubat.

Dan masih banyak ayat-ayat dan hadis yang serupa di atas. Setidaknya dari beberpa ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa taubat itu wajib bagi setiap orang. Karena memang tidak ada seorangpun yang dapat lepas dari dosa dan kesalahan selama masih hidup.

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuat saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berniat sepenuh hati untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut berkaitan dengan sesama manusia (haqqul adami), maka caranya adalah dengan meminta maaf terhadap pihak yang dizalimi tersebut.

Ada 2 (dua) tipe dosa atau kesalahan yang dilakukan oleh manusia yaitu dosa kepada Allah dan kepada sesama manusia (haqqul adami). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. TAUBAT ATAS DOSA KEPADA ALLAH

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat nasuha atas dosa yang dilakukan kepada Allah:

اعلم أن كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة إلى التوبة منها ، والتوبة من حقوق الله تعالى يشترط فيها ثلاثة أشياء : أن يقلع عن المعصية في الحال . وأن يندم على فعلها . وأن يعزم ألا يعود إليها.

Ketahuilah bahwa setiap orang yang melaksanakan dosa maka wajib baginya segera melakukan taubat (nasuha). Adapun taubat dari dosa kepada Allah (haqqullah) ada tiga syarat:

Pertama, berhenti dari perbuatan dosa itu seketika itu juga.

Kedua, menyesali perbuatannya.

Ketiga, berniat tidak mengulangi lagi.

Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.

2. TAUBAT DARI DOSA PADA SESAMA MANUSIA (HAQQUL ADAMI)

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyatakan cara taubat dari dosa yang bersifat haqqul adami atau pada manusia adalah sebagai berikut:

  • Pertama, meninggalkan perilaku dosa itu sendiri
  • Kedua, menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
  • Ketiga, berniat tidak melakukannya lagi selamanya.
  • Keempat, membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dengan cara berikut:

(a) Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;

(b) Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, ngerasani (ghibah), dan lainnya maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan.

Bertaubat pada sebagian dosa tertentu adalah sah pada dosa tersebut sedang dosa yang lain masih tetap, jika tidak taubat atau minta maaf pula. Demikian pendapat ahlul haq.

Selain itu, taubat nasuha hendaknya diiringi dengan amal perbuatan yang baik sebagai penebus dosa seperti memperbanyak infaq dan sedekah kepada fakir miskin, yatim piatu atau yayasan sosial Islam seperti masjid dan pesantren serta amal ibadah sunnah yang lain.

Lalu, apakah harus memberi tahu kesalahan kita saat meminta maaf kepada orang yang kita zalimi ?

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyebutkan ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi’i sebagai berikut:

Artinya: Ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi’i.

Pertama, disyaratkan menyebutkan jenis kesalahan yang dilakukan. Apabila yang dizalimi memaafkan tapi tidak menyebutkan kesalahannya, maka tidak sah sebagaimana orang membebaskan hutang dari harta yang tidak diketahui.

Kedua, tidak disyaratkan menyebut kesalahannya karena hal ini termasuk dari perkara yang diminta maaf, maka tidak disyaratkan tahunya yang dizalimi, beda halnya dengan harta.

Pendapat pertama adalah lebih jelas karena manusia terkadang memaafkan dari suatu ghibah tapi tidak dari ghibah yang lain. Apabila orang yang digosipi itu meninggal atau tidak diketahui tempatnya, maka tidak perlu meminta maaf darinya. Akan tetapi ulama berkata: Sebaiknya memperbanyak memintakan maaf buat dia, mendoakannya dan memperbanyak beruat baik.

Ibnu Muflih dalam Al-Adab Al-Syar’iyah 1/92 menyatakan:

“Menurut satu pendapat (yang wajib meminta maaf) apabila orang yang dizalimi itu diketahui keberadaannya, apabila tidak diketahui, maka si penggosip hendaknya mendoakannya, dan meminta pengampunan atasnya. Menurut Syaikh Taqiuddin ini adalah pendapat kebanyakan ulama.

Apabila seseorang bertaubat dari perbuatan gosip (ghibah) atau menuduh zina, apakah disyaratkan memberitahu orang digosipi atau yang dituduh dan meminta maaf? Ada dua pendapat. Menurut Al-Qadhi tidak wajib memberitahu dan meminta maaf (a) berdasarkan sebuah hadis dari riwayat Abu Muhammad Al-Khilal dengan sanad dari Anas bin Malik; (b) dan karena memberitahu orang yang digosipi akan menimbulkan rasa sedih padanya.

Ulama mazhab Hanbali memilih pendapat kedua yakni tidak perlu memberitahu orang yang digosipi dan hendaknya didoakan baik sebagai ganti atas kezaliman yang dilakukan sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah atsar (perkataan Sahabat).”

Dengan demikian, dosa dan kesalahan yang menyangkut hak adami haruslah hati-hati, karena kalau tidak dimaafkan akan fatal akibatnya nanti di hari kiamat. Di samping itu, segera bertaubat kepada Allah merupakan kewajiban bagi setiap orang yang melakukan kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi di masa mendatang.

Taubat yang diterima dapat ditandai dengan perubahan perilaku orang yang bertaubat dalam segi meninggalkan perbuatan dosa dan taat menjalankan perintah Allah. Selain itu, ia semakin meningkat ghirah atau spirit Islamnya dengan mendasarkan segala perbuatannya pada pertimbangan syariah Islam. Wallahu A’lam bisshowab.

Selengkapnya